Minggu, 07 Mei 2017
Menulis Komunikasi antar Zaman
Dari mana datangnya sejarah ? Apakah sejarah dapat dipercaya ? Bukankah waktu adalah misteri ? Dan apakah kita dapat membenarkan sesuatu yang telah terjadi ribuan tahun yang lalu tanpa benar-benar mengalaminya ? Bagaimana seorang guru menjelaskan kepada muridnya tentang teori relativitas Einstein padahal teori itu telah dikemukakan nyaris seabad yang lalu oleh empunya. Jawabannya adalah menulis. Einstein tidak hanya menemukan , namun juga mengabadikan karyanya dengan menulis. Itu sebabnya sekarang ini kita bisa mempelajari apa saja yang sudah dipelajari oleh orang-orang terdahulu. Bayangkan jika Tuhan menurunkan firmanNya hanya dalam bentuk suara, bukankah dunia akan carut marut ? Manusia tidak akan memiliki kitab suci yang menjadi pedoman hidup, dan hewan-hewan, tumbuhan, serta alam semesta ini tidak akan memiliki pemimpin yang berbudi.
Jumat, 05 Mei 2017
Menikmati Bacaan
Membaca adalah salah satu hobi yang paling sederhana, karena kita tidak perlu ruang khusus untuk melakukannya. Membaca bisa dilakukan dimanapun, di kamar, di kendaraan umum, di kelas, atau bahkan di toilet. Sekarang ini hampir semua kalangan masyarakat bisa membaca, bahkan salah satu syarat seorang anak untuk bisa memulai sekolah dasar adalah anak tersebut harus sudah dapat membaca. Bahkan dengan berkembangnya teknologi, bahan bacaan makin mudah didapatkan, mulai dari berita, artikel, bahkan novel berbasis onlinepun sudah banyak tersedia. Namun dengan adanya sarana pendukung tersebut, dirasa masih kurang efektif untuk meningkatkan minat baca masyarakat. Nyatanya masyarakat masih cenderung memilih-milih bahan bacaan, biasanya yang lebih diminati justru adalah berita-berita hoax. Sebenarnya membaca tidak pernah lepas dari kegiatan kita, membaca berperan disegala aspek kehidupan. Sekarang ini jarang sekali kita menemukan orang yang buta huruf, kita semakin pintar berteori, hanya saja prakteknya selalu berlawanan. Paradigma masyarakat saat ini, kita wajib bisa baca, karena hampir seperempat dunia ini berisi tulisan. Tetapi sejauh ini membaca hanya dijadikan sebuah keahlian bukan sebuah kesenangan. Makanya banyak orang yang membaca namun tidak benar-benar bisa menikmatinya.
Selasa, 02 Mei 2017
Perlukah UN ?
Ujian Nasional atau yang biasa kita kenal dengan UN, adalah salah satu standardisasi kelulusan siswa. Siswa dianggap kompeten jika siswa dapat menyelesaikan soal-soal yang diujikan dalam UN. Bahkan nilai UN juga dijadikan sebagai kualifikasi untuk dapat melanjutkan kejenjang pendidikan selanjutnya, apakah kita akan masuk sekolah yang berstandar tinggi atau sekolah yang biasa-biasa saja. Oleh sebab itu UN menjadi momok menakutkan bagi siswa, apalagi saat ini peraturan UN diperketat. Bahkan tidak sedikit siswa yang mengalami stres menjelang UN dan secara tidak langsung hal tersebut akan mempengaruhi psikologi siswa yang akan berdampak buruk untuk kedepannya. Justru itulah yang membuat siswa merasa tidak siap atau bahkan gugup ketika UN berlangsung. Padahal jika kita telaah lebih jauh, Efektifitas UN perlu dipertanyakan. Pertama dari segi pemerataan materi belajar siswa dari masing-masing wilayah diseluruh Indonesia, meskipun mungkin kurikulum yang diberikan sama, namun dari sistem pembelajaran serta kesediaan sarana dan prasarana pastinya berbeda. Seperti contohnya kita tidak bisa menyamakan sistem belajar di Jakarta dengan daerah-daerah terpencil. Karena tidak bisa dipungkiri dengan terbatasnya tenaga pengajar profesional dan fasilitas pendidikan yang ada, membuat sistem belajar didaerah lebih tertinggal, karena pastinya proses belajar mengajar pun tidak akan maksimal. Dan jika kita lihat dari muatan soal-soal yang diujikan, biasanya siswa diberikan silabus yang mana siswa akan mendapat kisi-kisi mengenai soal-soal yang diujikan, dan soal tersebut biasanya dalam bentuk pilihan ganda. Dan disinilah ketidakefektifan yang kedua, dengan mengerjakan soal pilihan ganda maka artinya hal tersebut akan membatasi kreatifitas siswa dalam menjawab soal. Karena pastinya dari empat pilihan yang diberikan pasti ada satu yang benar, artinya siswa bisa saja lulus UN dengan hanya tebak-tebak buah manggis. Beda halnya jika UN dilakukan secara esai, mungkin kita tidak akan benar-benar menemukan jawaban yang benar, karena jawabannya pasti bersifat subjektif, karena setia orang pasti memiliki pemikiran yang berbeda. Namun setidaknya siswa dilatih untuk bisa berpendapat serta berpikir lebih kritis. Karena kembali lagi nilai hanyalah nilai, yang terpenting dari sebuah pendidikan adalah ketika kita menjalani prosesnya, kita akan belajar untuk menemukan Jatidiri.
Langganan:
Postingan (Atom)